tumbuhan kekurangan air, maka akan mati. Pokoknya, pengaruh air sangat luas
bagi kehidupan, khususnya air untuk makan dan minum. Orang akan dehidrasi atau
terserang penyakit bila kekurangan cairan dalam tubuhnya.
Persoalannya, saat ini kualitas air minum di kota-kota besar di Indonesia
masih memprihatinkan. Kepadatan penduduk, tata ruang yang salah dan tingginya
eksploitasi sumber daya air sangat berpengaruh pada kualitas air.
Pendapat itu diungkapkan dua ahli air bersih dan limbah cair Arie
Herlambang dan Nusa Idaman Said dari Pusat Pengajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan BPPT kepada Media baru-baru ini.
Nusa Idaman Said menjelaskan pemerintah telah mengeluarkan Kepmenkes No
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
''Syarat air minum sesuai Permenkes itu harus bebas dari bahan-bahan
anorganik dan organik. Dengan kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri,
zat kimia, racun, limbah berbahaya dan lain sebagainya,'' kata Arie.
Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan
sesuai Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti
bakteri E.Coli dan total koliform. Yang berhubungan dengan kimia organik berupa
arsenik, flourida, kromium, kadmium, nitrit, sianida dan selenium.
Sedangkan parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan,
antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan,
rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium, besi, khlorida,
mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan amonia.
Pencemaran air di kawasan kota-kota besar di Indonesia, lanjut Arie,
sangat besar. Berdasarkan data statistik BPS (Badan Pusat Statistik) DKI
Jakarta 1998 sekitar 50% rumah tangga menggunakan air ledeng (PDAM), air tanah
dengan menggunakan pompa sebesar 42,67%, sumur gali 3,16% dan lainnya 0,63%.
''Permasalahan mulai muncul pada produk kualitas air minum. Kualitas air
sungai dan air tanah kurang memenuhi syarat. Banyak orang buang sampah, kotoran
maupun limbah ke sungai. Bahkan, ada cara lain membuang limbah berbahaya dengan
menanam di kedalaman beberapa meter,'' kata Arie.
Lebih lanjut, ia menjelaskan sumber air bersih di Jakarta berasal dari
Sungai Citarum (80%), Cisadane (15%) dan sisanya Ciliwung. Sungai-sungai
tersebut melintasi berbagai pedesaan, permukiman, industri, dan transportasi
yang cukup padat. Namun, kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan masih
rendah, sehingga sungai salah satu sumber daya alam rentan tercemar.
Di daerah pedesaan pun masyarakat mengalami krisis air layak untuk minum.
Penggunaan pestisida berlebihan mencemari air di persawahan yang kemudian
mengalir ke sungai dan dimanfaatkan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari.
Tidak sedikit masyarakat desa pun mencuci dengan deterjen di pinggir
kali. Demikian juga masyarakat pesisir kesulitan mencari air tawar. Akibatnya,
mereka menggunakan air laut dengan kadar garam tinggi.
''Sementara itu, teknologi pengolahan air minum yang digunakan PDAM masih
tertinggal. Dalam mengolah air baku menjadi air layak minum teknologi yang
digunakan PDAM hanya menghilangkan bakteri E. Coli dan besi. Sedangkan
kandungan karsinogen tidak pernah dilakukan,'' ujar Arie. ( Media Indonesia )